SMIC melaporkan penurunan pendapatan kuartalan pertamanya
Produsen chip asal Tiongkok, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC), melaporkan penurunan pendapatan kuartalan pertamanya dalam waktu lebih dari tiga tahun. SMIC menghubungkan penurunan tersebut dengan permintaan yang rendah karena persediaan berlebih dan dampak negatif sanksi AS.
Pendapatan pada kuartal Januari-Maret mencapai $1,46 miliar, turun 20,6% tahun ke tahun. Sebelumnya, penurunan pendapatan sebesar itu terjadi pada kuartal ketiga 2019. Sebagai tambahan, laba bersih produsen chip tersebut turun 48% menjadi $231,1 juta.
Banyak analis menyebut SMIC sebagai produsen teratas dalam industri semikonduktor Tiongkok. Mereka percaya perusahaan ini akan menjadi pimpinan dalam industri IT. SMIC adalah satu-satunya perusahaan di negara itu yang dapat bersaing dengan TSMC Taiwan dan Samsung Korea.
Namun, teknologi utama SMIC masih tertinggal di belakang perusahaan global lainnya. Tiga tahun lalu, AS memasukkan produsen chip ini ke dalam daftar hitam. Alhasil, perusahaan tersebut kehilangan akses ke beberapa komponen penting yang dibutuhkan untuk memproduksi chip canggih. Selain itu, serangkaian pengawasan ekspor yang ditujukan untuk menahan kemajuan di antara produsen chip Tiongkok juga mempengaruhi kinerja perusahaan. Departemen Perdagangan AS melarang perusahaan-perusahaan Amerika menjual peralatan dan teknologi untuk membuat sirkuit mikro ke Tiongkok.
Bagaimanapun, SMIC berhasil mencetak rekor pendapatan pada 2022. Meskipun tahun ini, perusahaan gagal mengulangi hasil yang sama, para analis optimis mengenai prospek jangka panjangnya. Mereka berpendapat bahwa kinerja keuangan perusahaan yang lemah pada awal 2023 terjadi karena permasalahan dalam pasar chip global. Perusahaan chip lainnya belum lama ini menghadapi kesulitan yang sama. Rintangan utamanya adalah pasokan berlebih dan permintaan yang rendah. Hasilnya, laba produsen-produsen microchip terbesar dunia merosot tajam.