Banyak pemodal yang khawatir mengenai pemeliharaan jangka panjang dari suku bunga acuan yang tinggi. Namun, para lawan mereka percaya bahwa suku bunga yang tinggi tidak selalu berarti bencana bagi pasar saham.

Pada tahun 2023, dua peristiwa penting terjadi secara bersamaan di Amerika Serikat. Hal ini mengacu pada kenaikan imbal hasil obligasi dan kemerosotan di pasar saham. Sebagian besar perubahan tersebut disebabkan oleh suku bunga yang tinggi.

Brian Belski, kepala strategi investasi dan pemimpin Investment Strategy Group di BMO, memperkirakan bahwa indeks S&P 500 memberikan imbal hasil tahunan rata-rata sebesar 7,7%. Angka ini muncul pada saat imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun berada di bawah 4%. Sementara itu, ketika imbal hasil obligasi 10 tahun mencapai 6% atau lebih tinggi, imbal hasil tahunan rata-rata indeks mencapai 14,5%. Meskipun terdapat kenaikan suku bunga The Fed, pasar saham terus meningkat. Pada saat yang sama, banyak analis percaya bahwa kebijakan moneter yang ketat tidak selalu merugikan pasar. Menurut perhitungan, saham biasanya naik ketika suku bunga tinggi (di atas 0-1% atau 0-2%). Itulah mengapa pasar saham dapat tumbuh pada akhir tahun.

Situasi ini agak stabil tahun ini. Sejak awal April, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun telah melonjak 40 basis poin menjadi 4,58%. Saat ini berada di dekat puncaknya, terlihat pada November 2023. Adapun indeks S&P 500 telah turun lebih dari 4%. Para ahli mengaitkan penurunan ini dengan inflasi yang tinggi dan laporan makroekonomi baru-baru ini yang mengecewakan para investor. Terutama, para pelaku pasar mengharapkan penurunan suku bunga The Fed yang cepat, tetapi hal tersebut tidak terjadi. Keputusan mengenai hal ini direvisi menjadi dua kali penurunan suku bunga pada tahun 2024. Sebelumnya, para analis dan trader mengantisipasi tujuh kali penurunan suku bunga acuan The Fed.